Senin, 19 September 2011

Mengapa orang "Mau jadi korban Money Game?"


ternyata tidak sedikit dari korban skema piramid atau money game yang sudah mengenali adanya risiko dari bisnis ilegal ini. Walau begitu, mereka tetap menguji prinsip “iseng-iseng” berhadiah dan rela  menanggung risiko.

Bila kita amati secara mendalam kasus-kasus piramid yang pernah diulas di buletin ini, maka akan muncul pertanyaan; mengapa banyak orang bisa menjadi korban money game
atau skema piramid? Mengapa masyarakat tampak tidak pernah mau belajar dengan kejadian yang sudah-sudah? Mengapa korban money game atau skema piramid bisa
menjangkau seluruh strata sosial dan ekonomi? Mengapa masyarakat di negaranegara maju maupun di negara berkembang sama rentannya menjadi korban?

Yang lebih menarik, korban money game dan skema piramid bisa saja terjadi di tengah-tengah masyarakat yang diproteksi oleh UU Anti Piramid, masyarakatnya sangat well informed, memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, serta mendapat tempat terhormat di masyarakat. Jangan heran bila di negara-negara maju seperti di Eropa dan Amerika, korban-korban terus berjatuhan akibat operasi money game dan skema piramid, yang makin
hari makin canggih saja modus operandinya.

Nah, apabila dalam masyarakat yang sudah maju serta diproteksi oleh UU Anti Piramid saja masih banyak korban berjatuhan, bagaimana dengan masyarakat negara berkembang yang tidak diproteksi oleh UU Anti Piramid? Bisa diperkirakan jawabannya. Korban akan terus berjatuhan dan tidak mengenal status maupun golongan sosial, ekonomi, pendidikan, dll.

Dua Kelompok Korban
Dalam bab terakhir buku Orang Gajian Bisa Kaya karangan Edy Zaqeus (Bornrich, 2006) dijelaskan bahwa korban money game atau skema piramid sesungguhnya bisadibagi menjadi dua kelompok. Para korban dalam setiap kasus money game dan skema piramid bisa terdiri dari korban yang sadar dan korban yang tidak sadar. Kita ulas sekilas di sini.

Korban money game atau skema piramid yang sadar adalah mereka yang sejatinya tahu bahwa bisnis ini culas dan menipu. Namun, mereka tetap nekat bergabung dengan spekulasi mereka masih bisa merasakan keuntungan dari kerugian orang lain. Orang-orang
jenis ini adalah para pelaku atau korban yang biasanya punya sifat tamak, pemalas, mau kaya dengan cepat tanpa bekerja keras, dan berani mengorbankan orang lain demi keuntungannya sendiri.

Nah, tak sedikit dari mereka ini, sejatinya adalah orang-orang yang sangat well informed sehingga tahu persis akan risiko bisnis ini. Namun, karena sifat-sifat negatif tersebut, mereka tetap saja tega menangguk keuntungan di atas penderitaan orang lain melalui bisnis ini. Mereka, dengan segala kepintarannya berusaha keras mengabsahkan bisnis ini melalui berbagai cara. Termasuk menggaet public figur atau memanfaatkan kealpaan media massa. Mereka juga memanfaatkan kecanggihan teknologi internet untuk menjebak kalangan terdidik yang tidak cukup paham akan risiko bisnis ini.

Yang berbahaya adalah apabila para aktivis money game dan skema piramid ini bukan semata puas hanya menjadi peserta. Mungkin, tak sedikit dari para korban atau aktivis bisnis ini akhirnya justru membuat bisnis penggandaan uang tersendiri. Bagaimana bisa? Bisa saja, karena bisnis ini “Korban money game atau skema piramid yang sadar adalah mereka yang sejatinya tahu bahwa bisnis ini culas dan menipu. Namun, mereka tetap nekat bergabung dengan spekulasi mereka masih bisa merasakan keuntungan dari kerugian orang lain.” INFO APLI Edisi XXXIV/Oktober-Desember 2006 11 mudah diduplikasi oleh siapa saja yang sudah mengenal betul seluk-beluknya. Kasus-kasus piramid yang sudah kita bahas sebelumnya menunjukkan indikasi tersebut.

Korban Tak Sadar
Kelompok korban berikutnya adalah korban money game yang tidak sadar. Alias, orang-orang—yang karena keluguan dan ketidaktahuannya—telah dimanfaatkan atau dikorbankan oleh orang-orang dari kelompok pertama tadi. Nah, sebagian besar korban kasus-kasus money game adalah orang-orang jenis ini. Mereka bisa terdiri dari para ibu rumah tangga, para pensiunan, pegawai pemerintah golongan rendah, karyawan-karyawan rendahan, para
mahasiswa. Bahkan, tak sedikit pula pelaku DS/MLM yang menjadi korban. Mengapa? Karena sepintas bisnis MLM khususnya, memang mudah sekali dijadikan kedok oleh para pelaku money game dan skema piramid. Alhasil, kelompok pelaku DS/MLM ini pula yang jadi sasaran empuk.

Dalam beberapa edisi buletin ini pernah diangkat kasuskasus money game atau skema piramid yang melibatkan banyak kalangan tidak berdosa. Kita pernah tahu ada seorang profesor, pendeta, pemuka agama, pengurus yayasan keagamaan, anak-anak SMA, mahasiswa, aktivis perempuan,  pegawai pemerintah, dll, yang terlibat skema piramid. Tak sedikit dari mereka yang benar-benar tidak tahu bahwa bisnis ini ilegal dan merugikan orang lain.

Yang memprihatinkan, banyak korban dari kelompok tak sadar ini yang—sekali lagi karena ketidaktahuan mereka—ikut-ikutan mempromosikan bisnis ini dengan cara yang sangat bersemangat. Alhasil, banyak korban berjatuhan berasal dari kalangan keluarga atau kerabat sendiri, rekan kerja, kenalan di sekolah maupun tempat ibadah, dan masih banyak lagi.

Di banyak tempat dan dalam banyak kasus, para korban inilah yang biasanya paling banyak belajar dan waspada akan bahaya money game dan skema piramid. Tetapi masyarakat yang belum pernah bersentuhan, belum pernah membaca atau mendengar tentang bisnis ini, niscaya akan selalu menjadi sasaran atau target potensial.

Infrastruktur Proteksi
Di negara-negara maju seperti Amerika, Eropa, dan Australia, aparat pemerintahnya cukup aktif dalam memperingatkan masyarakatnya akan bahaya money game dan skema piramid. Masyarakat di sana juga sangat beruntung karena lembaga-lembaga advokasi konsumen atau banyak LSM yang bersedia menyediakan dan ikut memperingatkan masyarakat akan bahaya bisnis tersebut. Selain itu, media massa di sana juga sangat aktif dalam menjalankan perannya menjaga serta melindungi masyarakat. Jadi, seperti ada infrastruktur tersendiri yang ikut berperan aktif memprotek masyarakatnya.

Bagaimana dengan negara-negara berkembang seperti di Indonesia? Tampaknya, kita belum melihat adanya tandatanda yang cukup menggembirakan. RUU Anti Piramid yang usulannya telah diajukan oleh APLI beberapa waktu yang lalu, sekarang belum kedengaran kabar beritanya. Kita sudah melihat sejumlah kasus pengusutan yang dilakukan oleh Polri. Tetapi, itu dilakukan baru sebatas mengusut masalah yang terlanjur meledak. Sama sekali belum menyentuh sisi preventifnya.

Kita juga melihat bahwa lembaga-lembaga konsumen maupun media massa di sini tidak “segalak” rekan-rekannya di luar negeri. Bahkan, tak sedikit di antara mereka yang masih saja belum mampu membedakan mana bisnis MLM yang legal dan mana money game atau skema piramid yang merugikan masyarakat.

Melihat situasi seperti ini, maka tidak ada jalan lain bagi masyarakat selain harus memproteksi diri sendiri daribahaya money game dan skema piramid. Caranya, tak lain dan tak bukan adalah dengan berusaha mengenali ciri-ciri money game atau skema piramid, serta mewaspadai semua  bentuk tawaran yang terlalu menggiurkan. Setidaknya, hingga detik ini APLI bisa menjadi partner masyarakat dalam mendeteksi masalah ini.(ez)
info: apli XXXIV oktober-desember 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar